JAKARTA - Partai Keadilan Sejahtera (PKS) akhirnya "dimaafkan" dan kembali menyepakati kontrak baru koalisi. Hal ini membuktikan bahwa Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) tak rela melepas satu pun parpol dalam barisan koalisi.
"Prinsipnya (konflik) ini memperlihatkan dampak dari koalisi tambun. Dan SBY tetap takut melepas mitra koalisi. Dia takut kehilangan sekian persen dari koalisinya," kata pengamat politik Yunarto Wijaya kepada okezone, Selasa (19/4/2011).
Yang terjadi kemudian, kontrak koalisi terus direvisi, diperbaharui dan disesuaikan dengan keinginan pemerintah. Hal ini, menurut Toto, berpotensi menimbulkan konflik ke depannya.
Selain itu konstelasi politik akan semakin runyam lantaran parpol yang merasa loyal dengan koalisi, tetap tidak dapat reward dan yang membangkang tak mendapatkan sanksi.
"Saya psimistis koalisi akan berlangsung sampai 2014. Karena ini koalisi timpang, di mana SBY ditempatkan di posisi tertinggi Setgab. SBY kan kepala Eksekutif. Ini mendegradasi presiden sekaligus mendegradasi peran parlemen," ujarnya.
Tak hanya itu, koalisi timpang ini juga dianggap merendahkan Partai Demokrat di mata mitra koalisi lainnya, karena SBY sebagai figur personal di Setgab. Padahal, idealnya Demokrat memiliki otoritas sebagai pimpinan koalisi.
"SBY tidak boleh ada di Setgab. Kacau kalau SBY ada. Karena ini tidak bisa diterapkan pada koalisi antarparpol di parlemen. Kalau ingin koalisi berjalan baik, sesuaikan dengan fungsi parlemen, fungsi legislasi, atau fungsi anggaran. Yang staretigs bisa dibawa ke Setgab," paparnya.