Ahad, 30 Januari 2011
Zionis-Israel termasuk negara yang terus memantau dan memperhatikan gejolak yang terjadi di Mesir. Hanya saja, Israel memantaunya dengan rasa cemas.
Menurut Israel, kejatuhan rezim Mubarak diperkirakan akan menjadi 'bencana' bagi Israel, Yordania, Arab Saudi, negara-negara Teluk, Eropa dan Amerika Serikat. Pernyataan ini disampaikan Eli Shaked, mantan duta besar Israel untuk Kairo.
"Saya tidak melihat di antara orang teman kita yang akan mendapatkan keuntungan dari skenario ini mengerikan," ujarnya dikutipGlobalPost, Sabtu (29/1).
Kekhawatiran Israel ini tidak berlebihan. Sebab, selama berkuasa, Mesir merupakan sekutu setia Israel. Orang yang merasa khawatir adalah Perdana Menteri Israel, Benyamin Netanyahu.
"Ini adalah sekutu strategis dan sejak perjanjian damai tahun 1979, " kata seorang pejabat. "Ada banyak kepentingan bersama, kita berbagi perbatasan, kita hidup di lingkungan yang sama, kita menghadapi tantangan yang sama."
Menurut Israel, kejatuhan rezim Mubarak diperkirakan akan menjadi 'bencana' bagi Israel, Yordania, Arab Saudi, negara-negara Teluk, Eropa dan Amerika Serikat. Pernyataan ini disampaikan Eli Shaked, mantan duta besar Israel untuk Kairo.
"Saya tidak melihat di antara orang teman kita yang akan mendapatkan keuntungan dari skenario ini mengerikan," ujarnya dikutipGlobalPost, Sabtu (29/1).
Kekhawatiran Israel ini tidak berlebihan. Sebab, selama berkuasa, Mesir merupakan sekutu setia Israel. Orang yang merasa khawatir adalah Perdana Menteri Israel, Benyamin Netanyahu.
"Ini adalah sekutu strategis dan sejak perjanjian damai tahun 1979, " kata seorang pejabat. "Ada banyak kepentingan bersama, kita berbagi perbatasan, kita hidup di lingkungan yang sama, kita menghadapi tantangan yang sama."
Disamping berpegang pada perjanjian melalu semua perang dan krisis sejak ditandatangani pada 1979, Mesir dan Israel saling berbagi permusuhan terhadap kelompok pejuang HAMAS, kelompok gerakan Islam di Jalur Gaza yang paling ditakuti Israel.
Selain HAMAS, Israel dan Mesir khawatir Hizbullah yang didukung Iran di Libanon. Keduanya waspada terhadap kekuatan Iran berkembang di kawasan itu.Israel sangat khawatir kelompok Islam yang telah lama ditindas Mubarak, Al Ikhwan Al Muslimun berkuasa.
"Skenario kasus terburuk adalah bahwa seseorang dari oposisi mengambil alih, "kata Shaked. FDo antara hal pertama yang mereka bisa lakukan adalah memotong hubungan dengan Israel untuk mendapatkan popularitas lebih banyak dari serikat buruh, mahasiswa dan di antara para ekstremis Muslim untuk menyatukan oposisi, " tambahnya.
Namun, para pejabat lain mengatakan, berakhirnya rezim Mubarak belum tentu kemenangan Islam.
"Jika memang Mubarak jatuh, yang tampaknya tidak masuk akal pada saat ini, belum tentu kelompok islam yang akan mengambil alih," kata pejabat itu.
"Kekuatan politik lain mungkin memahami perlunya bantuan AS dan bahwa perjanjian damai merupakan aset strategis bagi Mesir."
Kekhawatiran menangnya kelompok Islam membuat pihak-pihak Israel lebih suka jika militer yang menguasai tampuk kekuasaan dibanding Islam.
Zalman Shoval, mantan penasihat Netanyahu, tidak percaya rezim Mesir terancam runtuh atau Mubarak bisa dipaksa dari kekuasaan seperti al-Abidin Zine Ben Ali. "Pilar utama kekuatan di Mesir adalah tentara dan saya yakin tentara yang setia kepada rezim dan saya tidak melihat apa-apa yang terjadi mirip dengan Tunis, "katanya.
Sebelum ini, seorang pejabat keamanan Israel disitus koran Zionis, Yediot Aharonot (28/1) menyatakan, perubahan di Mesir bisa akan berimbas pada kebijakan politik di Israel.
“Sebuah perubahan pemerintahan fundamental di Mesir akan menyebabkan “revolusi dalam doktrin keamanan Israel.”
Namun kekhawatiran yang lebih riil yang ditakuti Israel adalah jika Mesir jatuh ke tangan kelompok dan partai Islam, dalam hal ini Al Ikhwan al Muslimun, tang tentu saja tak pernah diinginkan Israel atau Amerika. *
Sumber : globalpost/lnt/jp